Assassin di Kota Daeng
Oleh : SUNARWAN SULAIMAN
Malam hari di sebuah hotel berbintang lima. Beberapa
pakar politik sedang berpesta dengan keberhasilannya menguasai kota makassar
dan lima elite politik yang sudah terkenal di masyarakat. Seorang wanita sedang
memainkan alat musik Dj. Mereka menikmati lagu Dj yang di main kan wanita seksi
itu. Seorang pria berwajah tampan sedang minum anggur. Dia termasuk salah satu
dari kelima elit politik yang terkenal itu. Mereka larut dalam pesta para
elite. Tidak lama kemudian listrik pun mati dengan seketika. Seorang teman
politik sedang memegang pundaku. Dia menyuruhku untuk menelpon ofice boy untuk
menyalakan generatornya. Disaat aku mau menelpon Suara irisan pedang terdengar
di telingaku dan seorang wanita berteriak mengagetkanku. Aku tidak tau apa yang
terjadi. Satu persatu suara manusia telah hilang. Aku merasa takut dan panik.
Aku pun segera bersembunyi di bawah meja. Karena takut aku pun merangka dengan
perlahan-lahan di tengah kegelapan. Ketika aku sedang merangka. sebuah cairan
yang kental telah mengenai tanganku. Aku pun mencium cairan itu dengan
tanganku. Cairan itu membuat denyut jantungku berdetak keras dan berkeringat
dingin. Ternyata yang kucium itu adalah darah. Aku merasa takut dan kuambil handpone
di kantong celanaku. Handpone itu kujadikan alat penerang. Kuarahkan cahaya
handpone itu kesegalah arah, tiba-tiba Mataku seakan terhenti melihat mayat
tergeletak di penuhi darah. Aku pun betambah panik. Aku melihat kesekelilingku.
Kulihat pintu sedang terbuka lebar. Akupun lari dan lari secepat mungkin.
Sebuah kamar yang tidak jauh dari tempat kejadian. Aku pun masuk ke kamar itu
dan bersembunyi. Suara kaki terdengar di balik pintu kamar yang sedang
kujadikan tempat bersembunyi. Aku pun takut dan ketakutan ini baru kurasakan
seumur hidup. Langkah kaki itu berhenti di depan pintu kamar. Aku pun bertambah
takut melihat bayangan kaki itu. Dan langkah kaki itu pergi dan tidak terdengar
lagi. aku merasa legah sekarang. Kuhirup udara dan kukeluarkan lewat mulutku.
Ketika aku sedang merasa legah untuk sementara, tiba-tiba ada seseorang
memegang pundakku dari belakang. Aku merasa tegang dan membalikkan kepalaku
secara perlahan-lahan. Dan ternyata salah satu teman politikku.
“Dimana yang lain Rio?”
“syuuuuttt jangan ribut!. Mereka semua mati.”
“Tinggal kita dua orang.”
“Iya, jangan ribu nanti kita bisa ketahuan.”
“Siapa yang membunuh mereka?”
“Aku tak tau. Aku bilang jangan ribut. Nanti di luar
kita bicarakan setelah kita lewati semua ini. Ayo kita keluar dari sini.” Kami
bergegas keluar dari pintu.
Cahaya bulan menyinari hotel, sehingga kami bisa
melihat. Kami keluar dari pintu dengan perlahan-lahan dan ketakutan. Aku
melihat kebelakang. Sementara Tio melihat kedepan. Kami terus berjalan sampai
kami menemukan tangga. Kami turun dengan rasa takut yang membara. Akhirnya kami
menuju tempat keluar dan kami pun berlalu dengan mobil.
Kami merasa aman sekarang. Rio menyetir mobil sambi
tertawa dan aku pun ikut tertawa. Ketika kami tertawa karena kami selamat,
tiba-tiba ada sebuah mobil melaju kencang dari belakang kami. Rio juga menaikan
kecepatan mobil. Kami merasa takut lagi. mereka tidak berhenti sampai kami
masih hidup. Mobil kami saling memburu. Aku melihat perapatan dan kusuruh Rio
membelok ke kanan. Rio pun membelok dengan mendripkan mobinyal. Aku melihat
kebelakang dan mereka pun ikut mendrip juga.
“Tio ada senjata di dalam box. Cepat ambil.”
Aku pun mengambilnya dan menembaki mobil itu. Dorr-dorr dan ternyata mobil itu anti peluru. Aku terus
menembaknya. Rio mendripkan mobilnya di jalan vetran. Kami pun membalapnya
sampai ke alauddin. Aku membalikan
kepalaku dan melihatnya. Ternyata mereka menyerah. Rio membelokan mobilnya ke
arah petrani. Dan Rio mengurangi kecepatan mobil. Aku lihat lampu merah dan
kusuruh Rio membelokan mobilnya kekanan. Ketika kami sedang membelok, tiba-tiba
mereka muncul dari arah berlawanan. Rio pun menancapkan gasnya. Mereka
menyenggol mobil kami dan kami membalasnya. Kami melaju kencang dengan
kecepatan 120 km. Aku pun menembaknya dorr-dorr
. dan mobil itu benar-benar anti peluru. Rio pun membalapnya dengan kencang
dan mereka pun ikut membalapnya sambil
menyenggol mobil kami. Dari arah kejauhan kulihat mobil truk sedang melaju. Kami perlahan-lahan mendekati
truk itu. Ketika kami sedang melaju kencang, tiba-tiba mereka menyenggol kami.
Rio kehilangan kendali dan menyenggol mobil truk sehingga mobil kami terbalik
dan terpelentang sampai ke sawa. Kepalaku terbentur dan tak sadarkan diri.
***
Ke esokan harinya
di rumah sakit. Banyak polisi yang menjaga di depan. Aku mulai sadar dan
membuka mataku secara perlahan-lahan. Aku lihat kakakku sedang tidur menunggu
aku sadar. Aku takut dengan kejadian tadi malam. Aku beranjak dari tempat
tidurku menuju jendela. Dan kulihat polisi sedang berjaga untukku. aku
menghembuskan nafasku tanda merasa sudah aman. Kakakku mulai bangun karena
mendengar langkah kakiku.
“Oh kamu sudah bangun. Apa yang terjadi tadi malam.”
“Aku tak tau. Mereka semua mati. Dimana Rio?”
“Rio sudah mati di tempat tadi malam dan hanya kamu
yang selamat.”
Aku pun menggarukan kepalaku mendengar ucapan
kakakku.
“Aku harus mencari siapa pelakunya.”
“Polisi sudah menanganinya. Aku mau nanya apa semua
kejadian ini ada hubungannya dengan kekuasaanmu.”
“Iya, pasti ada orang cemburu dengan ku.”
“Biar aku yang selesaikan. Kamu tidur saja. Kamu aman
di sini.” aku pun kembali ke tempat tidurku.
***
Malam hari di rumah sakit. Mereka sudah tau bahwa
aku belum mati. Penjagaan semakin di perketat. Banyak polisi menjaga di dalam
rumah sakit dan di luar. Aku tidur dan di jaga oleh dua polisi. Malam semakin
larut. Dua polisi sedang berjalan di taman rumah sakit, tiba-tiba polisi itu di
bunuh oleh orang memakai juba hitam. Semua polisi di bunuhnya sampai di pintu
kamarku. Suara jeritan orang terdengar dari balik pintu. Aku pun di bangunkan
oleh kedua polisi yang menjagaku. Aku mulai panik dan merasa takut. Karena ketakutan
di dalam diriku. Membuatku menyuruh polisi itu pergi memeriksanya. Kedua polisi
itu segera berlalu dan memeriksanya. Tidak lama kemudian polisi yang menjagaku
tidak juga kembali. Suara langkah kaki terdengar di balik pintu. Aku merasa
takut dan panik. Pintu itu mulai di bukanya secara perlahan-lahan. Ternyata
yang datang adalah kakakku. Aku merasa legah sekarang, tapi kakakku
menertawakan aku. Aku mulai curiga dengan kejadian ini. Dan selama ini yang
ingin membunuhku adalah saudaraku sendiri.
“Sekarang kekuasaanmu akan jadi milikku.” Dengan
tertawa padaku.
“Ooo ternyata kamu yang ingin membunuhku.”
Kulihat pisau makan dan kuambil dengan segera.
Kakakku mulai maju mendekatiku dan aku pun mulai mundur mendekati jendela.
Ketika aku mundur mendekati jendela. Seorang pemuda berjubah hitam dan di
tutupi mulut menusukku dari belakang. Kupegang pedang yang menembus badanku dan
kubalikan badanku secara perlahan-lahan. Ternyata kakakku menyewa assassin
untuk membunuhku. Darah mulai keluar dari mulutku. Aku bersujud di hadapan
pembunuh bayaran itu dan tergeletak tak bernyawa.